Sumpah Pemuda: Jati Diri yang Terlupakan
Oleh; Iim Rohimah
Pemuda merupakan aset bangsa yang sangat
berharga. Pemuda memiliki idealisme, antusiasme besar, dan semangat yang
meluap-luap. Bila berkaca pada sejarah, banyak peristiwa besar yang melibatkan
para pemuda, bahkan merekalah penggerak peristiwa-peristiwa tersebut.
Selayaknya jiwa pemuda sejati itu dimiliki oleh kaum muda saat ini, terutama mahasiswa yang merupakan
kaum akademis. Mahasiswa adalah kaum
muda yang sekaligus memiliki kesempatan mengasah potensi dirinya di ranah
pendidikan. Oleh sebab itu seringkali mahasiswa dilekatkan dengan sebutan“agent
of social change”. Sebutan
tersebut lah yang merupakan jati diri mahasiswa. Agent of social change mengandung makna kewajiban, kualitas ideal,
serta kesadaran akan tanggung jawab mahasiswa atas diri, keluarga, lingkungan
sosial, dan cakupan negara.
Mayoritas Vs
Minoritas
Sayangnya justru saat ini jati diri tersebut seolah pudar. Mahasiswa hanyut dalam budaya foya-foya,
kenakalan remaja, anrkisme, dan sejumlah prilaku tak bertanggungjawab lainya.
Tidak bertanggungjawab terhadap dirinya dan orang lain. Pernyataan
tersebut bukanlah tanpa alasan. Di kalangan mahasiswa, dikenal dua golongan
mahasiswa yang sering disebut kaum minoritas dan kaum mayoritas. Mahasiswa
ideal sebagai pemuda sejati justru mereka yang disebut kaum minoritas. Karena
minoritas, berarti jumlahnya lebih sedikit ketimbang kaum mayoritas.
Kaum
mayoritas dapat dikenali dari aktivitas keseharian mereka. Bukan aktivis dan
tidak pula layak disebut kaum akademis. Mereka juga tidak menyibukkan diri
dengan aktivitas produktif yang dapat menciptakan kemajuan bagi dirinya secara
pribadi. Kalaupun tercatat sebagai anggota sebuah organisasi, mereka tidak
terlibat aktif dalam kegiatan di dalamnya. Artinya hanya terdaftar sebagai
anggota saja. Lebih memprihatinkan lagi, bila melihat bagaimana mereka belajar
di kampus. Seakan tidak ada niat menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh.
Ruang kuliah didominasi oleh mahasiswa yang tidur di kelas, ngobrol, sibuk dengan handphone, dan sebagainya. Ketika memasuki
kelas, biasanya memilih duduk di kursi belakang agar mereka leluasa
melakukan aktivitas yang mereka inginkan. Hasilnya, waktu terbuang sia-sia
begitu saja tanpa adanya pertambahan ilmu pengetahuan yang berarti.
Akibatnya terlahirlah budaya-budaya negatif lainnya seperti copy paste
tugas kuliah, membayar orang dalam mengerjakan makalah, hingga
menyontek saat ujian. Parahnya lagi, pada akhirnya budaya menyontek mereka
maknai sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian terhadap sesama. Ini
disebabkan kritisnya kondisi kualitas keilmuan yang mereka miliki itu.
Berbicara tentang mahasiswa disebut kaum minoritas, mereka merupakan mahasiswa
yang aktif, konsisten dalam produktivitas, serta memiliki kesadaran dan
tanggungjawab dalam tugasnya sebagai mahasiswa. Meskipun demikian, sebagian
mereka masih tergolong orang yang “mau bekerja (sadar akan tanggungjawab), tapi
tidak tau pekerjaan”. Mereka aktif bila ada intruksi dan gebrakan dari
orang lain. Mental mereka masih seperti gerobak, yang memiliki fungsi bila di
dorong dan bergerak bila ada yang menggerakan. Namun, mental tersebut masih
lebih baik dibandingkan orang yang “tak mau bekerja, dan tidak tahu pekerjaan”,
maksudnya kesadaran pun tidak tahu, apalagi mau melakukan kesibukan dalam
kegiatan produktif di kampus.
Hanya sebagian saja dari kaum minoritas ini yang benar-benar “mau bekerja dan
tahu pekerjaan”. Sedikit dari mereka yang memiliki jiwa kreatif, konsisten
bergerak, semangat dalam produktivitas, serta memiliki inisiatif yang mandiri
dalam menciptakan kemajuan diri, sesama mahasiswa, serta lingkungan sosialnya.
Tanggungjawab Kaum Muda
Walaupun saat ini negara kita tidak lagi berada dalam jeratan kolonialisme,
namun justru kini kita berada dalam jajahan non fisik berupa penjajahan
ideologi dan kenyamanan. Penjajahan nonfisik ini keberadaannya justru tidak
disadari oleh kaum muda. Akibatnya kaum muda enggan memikirkan negara dan lebih
senang memuaskan dahaga muda mereka. Padahal para pemuda memiliki sejumlah
beban tanggungjawab di
pundaknya. Kondisi bangsa yang kian rapuh, permasalahan seperti korupsi,
terorisme, kemiskinan, rendahnya kualitas pendidikan, dan sederet panjang
permasalahan negeri menjadi tantangan bagi para tunas bangsa ini.
Tidak hanya masalah lokal, pemuda harus siap juga untuk menghadapi tantangan
global. Persaingan dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, dan
sebaginya. Kaum muda saat ini menjadi cermin nasib bangsa di masa yang akan
datang. Mereka adalah calon pemimpin yang seharusnya dipersiapkan kualitasnya sekarang
agar nanti terbentuk para pemimpin handal yang dapat membangun negara lebih
maju dan sejahtera.
Semua itu mestinya disadari betul oleh para pemuda khususya mahasiswa. Namun
bila kondisi para pemuda ini didominasi oleh kaum yang lupa akan jati dirinya,
bagaimana nasib bangsa kita nanti? Maka tugas para pemuda sejati untuk
menyadarkan sesama tunas bangsa yang masih terlena dalam ‘tidur’nya.
Komentar
Posting Komentar