Dalam
sejarah perkembangan kesenian sejak zaman pra-sejarah, agama merupakan sumber
inspirasi yang amat besar bagi para seniman. Agama merupakan pembangkit daya
cipta yang luar biasa untuk mewujudkan segala sesuatu yang bernilai seni. Kesenian
manusia primitif, seperti tari, seni suara, dan seni rupa, tidak terlepas dari
unsur-unsur kepercayaan mereka. Demikian pula halnyadengan agama-agama besar
di dunia, seperti Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, dan Budha telah membentuk
pertumbuhan dan perkembangan kesenian dalam corak yang khas dan menakjubkan. Semua
dibentuk oleh tenaga yang bernafaskan keagamaan. [1]
Seni
tersebut diwujudkan atas ungkapan rasa dan budi daya manusia dalam
mengungkapkan keagamaannya. Selain itu, agama sendiri terlahir bersama
keindahan di dalamnya. Seperti agama kita, Islam yang mana bersumber pada
wahyu. Allah menyertakan keindahan di dalam wahyunya.
Islam dan Seni
Secara teoritis Islam memang tidak mengajarkan seni
dan estetika (keindahan), namun tidaklah berarti Islam anti seni. Ungkapan
bahwa Allah adalah jamil (indah) dan mencintai jamal (keindahan) serta
penyebutan Allah pada diriNya sebagai badi'us samawat wal ardl, merupakan
penegasan bahwa Islam pun menghendaki kehidupan ini indah dan tidak lepas dari
seni. Arti badi' adalah pencipta pertama dan berkonotasi indah. Berarti, Allah
mencipta langit dan bumi dengan keindahan. [2]
dalam hal ini ada beberapa poin untuk mendukung adanya pernyataan bahwa Islam
adalah agama yang mengapresiasi keindahan:
a.
Al-Qur’an Mengungatkan Adanya Dua
Unsur di Alam: Manfaat dan Keindahan[3]
Allah SWT. berfirman: “Perhatikanlah buahya di
waktu pohonya berbuah dan (perhatikanlah pula) kematangannya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang orang yang
beriman”. (Al-An’am: 90)
b.
Allah Itu Indah, Mencintai Keindahan
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rosulullah SAW
bersabda: “Tidak masuk surga rang yang di dalam hatinya terbetik sifat
sombong seberat atom. Ada seorang berkata, “Sesungguhnya seseorang senang
berpakaian bagus dan bersandal bagus”, Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha
Indah, Menyukai keindahan. Sedangkan sombong ialah sikap menolak kebenaran dan
meremehkan orang lain”. (HR. Muslim)
c.
Al-Qur’an Adalah Mukjizat Keindahan
Al-Qur’an
berisi ayat-ayat yang menjadi representasi ajaran Islam yang agung. Ia adalah mukji zat Rosulullah yang
terbesar-sebagai mukjizat keindahan disamping mukjizat pemikiran- yang bahasa
Arabpun merasa kalah berhadapan dengan keindahan sastranya, keunggulan pola
redaksinya, spesifikasi irama, serta alur bahasanya, hingga sebagian mereka menyebutnya
sebagai sihir. [4]
Ketika
membaca Al-Qur’an, kita dituntut untuk menggabungkan keindahan suaradan akurasi
bacaaannya dengan irama tilawahnya sekaligus. Rasulullah SAW bersabda: “Hiasilah
Al-Qur’an dengan suaramu”.
Seni Dan Dakwah
Berbicara
tentang dakwah, tak diragukan lagi bahwa penyampaian pesan Islam kepada umat
manusia herus melalui cara yang estetis, sehingga pesan dakwah dapat diterima
dengan efektif. Misalnya dakwah yang diakukan oleh wali songo melalui wayang
kulit. Ini adalah pemanfaatan selera dan budaya estetis masyarakat dalam
penyampaian Islam kepada mereka. Untuk menarik simpati orang lain, kita harus
menyentuh perasaannya agar ia menerima apa yang kita sampaikan. Begitu pula
dalam penyampaian pesan dakwah.
Akal
manusia bukanlah satu-satunya potensi absolut yang mampu memecahkan segala
persoalan hidupnya. Manusia di samping dibekali pikir, juga diberi
"rasa" dan "nafsu". Kemampuan pikir akan berkurang atau
bisa hilang, apabila rasa dan nafsu tidak sejalan dengan pikir. Ketidakserasian
antara fungsi-fungsi kejiwaan (pikir, rasa, nafsu), dapat mengguncang
kehidupan. Di sini unsur seni sangat mempengaruhi keserasian fungsi kejiwaan,
karena seni rnerupakan manifestasi dari budaya (pikiran, perasaan, kemauan dan
karsa) manusia yang memenuhi syarat-syarat estetik.
Dalam
kedudukan mulia itu, manusia diberi status khusus sebagai khalifatullah dalam
kehidupan di muka bumi ini. Bekal yang diberikan kepadanya adalah kekuatan
fisik (quwwatun ‘amaliyah) dan kekuatan berpikir (quwwatun nadhariyah) yang
dilengkapi dengan rasa dan nafsu. Nafsu
manusia tidak selamanya mendorong ke arah yang positif. Bahkan kecenderungan ke
arah negatif pada umumnya lebih kuat, terutama bila pikir dar rasa manusia
tidak mampu mengendalikan. Di sinilah, manusia dalam kehidupan sosial sebagai
khalifah Allah dituntut dan punya tanggung jawab untuk ber-amar ma’ruf dan
ber-nahi munkar yang dengan kata lain dapat disebut dakwah. Nilai lebih dakwah
melalui kegiatan seni adalah, cara ini mampu menyentuh dimensi rasa dan
kesadaran lebih dalam.
Seni
hadrah yang merupakan sunnah Rasul yang dianjurkan pada saat menyambut
datangnya kegembiraan seperti walimah pengantin, juga merupakan petunjuk bahwa
Islam mengenal seni dan budaya, bahkan berperadaban tinggi. Banyak
kalimat-kalimat seperti: zinah (hiasan) di dalam Al-Qur'an yang secara implisit
mengandung unsur seni dan keindahan. Zinah yang berarti hiasan, tentu saja
mengandung nilai seni.
Seni
dengar alat bahasa atau seni sastra yang dikandung Al-Qur’an kiranya cukup
jelas dapat dipelajari dari ilmu badi’/balaghah dan ilmu ‘arudl. Bahasa
A1-Qur'an di samping bahasa analitik juga utamanya sebagai bahasa estetik.
Pengaruh sastra Islam ini meluas pada bahasa-bahasa lain yang dipakai umat
Islam.
Memang
seni tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Kesenian seperti di atas,
yang merupakan rnanifestasi dari pikir, rasa, karsa dan karya yang bersifat
estetik. merupakan bagian dari kehidupan manusia, atau fitrah manusia. Ia hidup
dan berkembang. Islam pada dasarnya membenarkan adanya seni dengan berbagai
cabangnya, sepanjang tidak melalaikan Allah dan tidak menimbulkan kemungkaran.
Pengakuan
seni oleh Islam tidak lepas dari fitrah manusia yang menuntut keserasian dan
keseimbangan antara unsur-unsur pikir, rasa, karsa dan karya. Dari sisi
fungsinya, seni dapat menjadi media mensyukuri nikmat Allah, di mana Allah
telah menganugerahi manusia berbagai potensi, baik potensi rohani, mau pun
potensi inderawi (mata, telinga, dan lain-lain). Fungsi seni di sini ialah
menghayati sunnah Allah, baik pada alam, mau pun yang terdapat pada kreasi
manusia.
DAKWAH
hakikatnya merupakan risalah bagi setiap mukmin, seperti ditegaskan dalam surat
Al-Taubah ayat 71. Perintah Rasulullah yang masih terus berlaku itu menuntut
tanggung jawab pelaksanaannya sepanjang masa, tidak hanya di dalam waktu
tertentu dan situasi tertentu. Pada tingkat realisasi, dakwah Islamiyah tetap
erat kaitannya dengan lima unsur, yakni juru dakwah (da'i), sasaran
(masyarakat), materi, metode dan media dakwah. Dalam hal ini, seni rnerupakan
media dakwah yang efektif menyentuh kesadaran bagi sasaran dakwah.
Kenyataan
kondisi sasaran dakwah yang sering kita lihat, menuntut juru dakwah memberikan
alternatif materi yang menyentuh kebutuhan mereka. Ini artinya, metoda dan
media dakwah juga diharapkan sesuai dengan situasi tersebut. Juru dakwah harus
menguasai substansi dakwah, di samping menguasai metoda dan media dakwah,
melalui lisan/suara (bi al-lisan), dengan jari tangan (bi al-banan) seperti tulisan,
lukisan, gambar dan alat visual lainnya, ataukah dengan organ tubuh yang lain
(bi al-arkan) seperti sikap, perilaku dan perbuatan nyata (da’wah bil hal).
Dalam
surat Ali Imran ayat 110 Allah menegaskan predikat manusia sebagai "khaira
ummatin" (umat terbaik), dengan ketentuan mampu tampil di tengah-tengah
masyarakat, beramar ma'ruf nahi munkar, serta beriman kepada Allah. Kegiatan
ini menuntut keterampilan dan penampilan sesuai dengan pluralitas masyarakat.
Pilihan metoda hikmah, mau'idhah hasanah atau mujadalah bil ahsan menjadi
penting, melalui media-media yang mudah dijangkau untuk mendukung strategi
dakwah.
Dalam pengertian yang luas, dakwah Islamiyah punya
kaitan simbiosis dengan seni budaya, di mana makna dan nilai-nilai Islam dapat
dipadukan. Namun dalam hal ini perlu adanya konsep dakwah yang strategis dan
lumintu, dengan pengelolaan secara profesional yang mampu mengakomodasi segala
permasalahan sosial. Di sini, seni dan budaya dapat menjadi metoda atau media
dakwah, namun juga menjadi sasaran antara bagi dakwah Islamiyah itu sendiri.
Sebagai media atau metoda, seni budaya mempunyai
proyeksi yang mengarah pada pencapaian kesadaran kualitas keberagamaan Islam
yang pada gilirannya mampu mernbentuk sikap dan perilaku Islami yang tidak menimbulkan
gejolak sosial, tetapi justru makin memantapkan perkembangan sosial. Sedangkan
sebagai sasaran antara, dakwah Islamiyah diarahkan pada pengisian makna dan
nilai-nilai Islarni yang integratif ke dalam segala jenis seni dan budaya yang
akan dikembangkan.
Realitas
menunjukkan secara menyolok, bahwa secara kuantitatif, Islam di Indonesia makin
mendapatkan tempat yang luas di kalangan masyarakat, baik dari kelompok remaja
mau pun tua. Ini tidak berarti ada pengembangan Islam. berkembangnya jumlah
pemeluk agama menunjukkan perkembangan kepedulian masyarakat terhadap agama
itu, namun tidak berarti bahwa ajaran agama secara substansial juga berkembang.
Sebuah
hipotesis rnenunjukkan, bahwa kualitas keberagamaan Islam di kalangan
masyarakat cenderung melemah, akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada
sistem dan orientasi nilai.
Di
sinilah pentingnya reformulasi konsep dakwah Islamiyah yang utuh dan strategis,
dalam rangka meningkatkan kualitas keberagamaan Islam, sekaligus kualitas
hidup, sehingga pada gilirannya dapat dicapai cita-cita yang serba maslahah dan
sa'adah, sa'adatud darain.
DAFTAR PUSTAKA
Israr,C.1955.Sejarah Kesenian Islam.Bulan
Bintang:Jakarta
Qardhawi, Yusuf.2002.Islam Bicara
Seni.Intermedia:Solo
www.kmnu.org
[1] Israr, C., Sejarah Kesenian
Islam 2, (Jakarta: Bulan Bintang, 1955)
[3] Qardhawi Yusuf, Islam Bicara
Seni, (Solo: INTERMEDIA, 2002), hm. 36
[4] Ibid, hlm. 40
0 komentar:
Posting Komentar